Aku terbayang tentang kota ini, tentang kau dan aku, tentang menjadi muda, bahagia dan bebas. Aku ingat setiap "Sabar dulu," ketika aku sudah terkantuk di sela percakapan tengah malam kita dan memintamu untuk pulang. Aku terkenang akan "Cepat pulang e," saat aku pergi bersama teman-teman yang tak pernah (menunjukkan) penasaran tentang kita. Aku rindu pada sorotan mata yang menatap lekat di atas hidung mancung dan bibir yang terlihat terus tersenyum meski saat marah. Aku pernah dibuat percaya bahwa hari ini dan besok tangan kita akan selalu bergandengan di bawah kemilau mentari. Nyatanya malam kelam datang saat kita merancang rencana-rencana lain.
 
Hari-hari meluncur cepat menjadi bulan dan kemudian menjadi tahun. Aku membangun harapan, tapi hari ini dan besok tak paham. Mereka membiarkanmu pergi, harapku kau pergi untuk sesuatu yang memang jauh lebih baik tanpa aku. Bagiku kau adalah mentari di cakrawala, kau adalah langit biru cerah di musim panas, kau bulan yang  menemani harapan bintang-bintang kecil. Tapi teramat malam ini kau hanyalah ucapan selamat tinggal.

Hey, aku selalu ingat detail pagi kelabu saat kau tinggalkan kota ini, tapi mungkin aku salah tentang permintaan untuk 'cepat' dan janji untuk 'menunggu.' Mungkin tangan ini terlalu lambat untuk sampai. Hari ini dan besok hanya ada di sini, bahkan terlalu lama. Dan ketika tak ada lagi kata yang mampu terucap, aku hanya bisa mendengar bahwa hidup terus berjalan. Mentari di cakrawala-ku telah terbenam selamanya, langit musim panasku akhirnya terus tertutup awan hitam, bulanku kini hanyalah satelit yang terlalu cepat berputar, pergi dan tak pernah kembali. 
 
Sampai jumpa di suatu masa yang entah seperti apa, teman.

                                                                                      Yogya, awal Juli 2015
The Moon Song by Karen O, written on The Starry Night by Van Gogh

2 Comments