Hi there ...
Hari ini di penghujung bulan aku dilanda kegalauan akut. Aku tak tahu persis seperti apa datangnya galau ini tapi yang aku tahu pasti aku sedang kanker, kantong kering. Masih seperti hari lainnya, aku tetap mengawali hari ini dengan salah saru ritual wajib yaitu sarapan. Hanya saja sarapannya bukan sambil pelototin 8-11 Show tapi malah mantengin timeline social media. Dan kegalauan semakin mendera ketika 'dia' muncul di news feed memamerkan foto-fotonya. Huh, males banget deh ... Udah PHP, ngeksis pula.
tik tok tik tok .. Waktu terus berjalan, dan sampailah aku di pukul 10:20. Sadar bahwa daritadi aku belum lakukan sesuatu bagi diriku sendiri, orang lain dan apalagi nusa & bangsa, akupun langsung menuju kamar mandi. Setelah mandi aku galau lagi memilih baju; ya seperti perempuan-perempuan normal lain di atas muka bumi ini aku juga suka merasa seperti tidak mempunyai pakaian justru pada saat aku berdiri tepat di depan lemari pakaianku. Kemudian.. tada! pilihanku jatuh pada jumpsuit yang baru aku beli beberapa minggu yang lalu dan belum pernah kupake. Berdiri sebentar di depan kaca kemudian masukkan lappy-ku sayang ke dalam backpack aku lalu meluncur menuju salah satu Italian resto.

Sambil menunggu death by chocolate diantar aku iseng-iseng surfing segala macam. Tapi mentok-mentok kembali ke social media. Galau lagi deh ... Hm, seketika aku berniat untuk menyusut tuntas apa sebenarnya latar belakang kegalauan ini. Menikmati my favorite beverage sambil berpikir keras, dan eurekaaa!! I got it. Meski root cause-nya belum ditemukan, aku bisa mendapatkan trigger-nya (pemicu). Dan "dia"-lah trigger itu.
Dia itu biasa saja sih, tapi dia pernah jadi luar biasa. Jadi ceritanya setelah kuliah empat semester (sekarang aku semester delapan dan belum ada tanda-tanda kapan lulusnya) di Kota Gudeg ini datanglah makhluk jahat bertopeng ini - bukan pahlwan bertopeng. Sebut saja namanya Maroon. Kehadirannya tidak pernah aku duga, namun setelah itu aku berharap ia menjadi milikku hehe. Memang aku akui awalnya aku mupeng sih, tapi nggak ngarep-ngarep banget. Sampai setelah beberapa bulan ngos-ngosan dia akhirnya meminta aku menjadi pacarnya. Bayangkan sudah lama aku menjomblo yang artinya terbiasa untuk sendiri dalam berbagai hal alias menjadi wanita yang (mau ga mau) mandiri, tiba-tiba  datang makhluk ini dan meminta untuk terlibat atau kata lainnya partisipasi/ikut serta/ambil bagian dalam hidupku. Cukup menakutkan memang waktu itu, percaya deh aku sudah nyaman dengan kesendirin itu dan saking nyamannya aku berasa kayak tinggal di comfort zone kejombloan aku. Tapi akhirnya aku putuskan untuk menerima tawaran Maroon. Soalnya sudah cukup lama aku melihatnya tidak bego, tidak bau, tidak brengsek. So why not? Hari-hari pertama menyenangkan sekaligus menegangkan, apalagi belum go public. Tapi aku menikmati jam-jam itu. Hidup berpasangan (dengannya) seru kok. Sayangnya hidup memang tidak selalu mulus, atau tepatnya takkan pernah mulus. Karena ternyata saat aku baru saja membuka diri, dia ternyata mempermainkan aku. Hanya dalam hitungan jam kebahagiaan baru ini pergi begitu saja. Bahkan tak sampai 150 jam. Meski tidak rese dan tidak garing bukan berarti dia tidak kasar terhadap perasaanku. Dia tega mempermainkan aku begitu saja. Yah setidaknya dia telah menantangku untuk keluar dari zona nyamanku. Aku masih berhubungan dengannya, meski agak trauma hati kalau dekat dengannya. Membencinya memang merupakan hal yang paling tampak dariku, namun jauh di lubuk hatiku aku maih mengasihinya, dan itulah sebabnya aku adalah tempat dia datang ketika sepi, susah dan gundah gulana. Kadang aku merasa kesal terhadap diriku sendiri yang masih membiarkan dia datang padaku ketika dia merana. Namun di atas semua itu aku merasa 'privileged' karena aku bak lilin yang pertama kali muncul dalam pikirannya ketika gelap melanda.
Dan melihatnya memamerkan manusia baru yang menjadi pasangannya saat ini di social media, mungkin itulah sumber kegalauanku. Biar gitu aku tidak pernah kok berharapa untuk kembali padanya. Tapi yah entahlah ...

0 Comments