Tahun ini kembali mengajarkanku bahwa hidup jarang berjalan lurus. Ia lebih sering berkelok, melelahkan, dan penuh jeda. Tapi justru di situlah aku belajar mengenal diriku sendiri dengan lebih jujur.

Seperti kebiasaanku setiap tahun, aku selalu merasa bahagia dan perlu mengunjungi tempat baru, bukan sekadar pergi, tapi mengalami. Tahun ini, Komodo Island akhirnya terwujud (thanks to IFTK Ledalero), beserta beberapa destinasi baru di Labuan Bajo yang kudatangi (bahkan tahun ini dua kali aku kunjungi LBJ). Perjalananku juga membawaku ke Ende, Jakarta, Kupang, dan satu pengalaman kecil yang hangat: menginap semalam di Mauponggo-ini untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Bajawa. Hal sederhana, tapi terasa berarti.

Dalam dunia mengajar, aku mencoba sesuatu yang benar-benar baru: mengajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Ternyata jauh lebih sulit dari yang kubayangkan. Mengajarkan bahasa ibu kepada penutur asing membuatku juga membuatku belajar ulang tidak hanya tentang rumitnya tata bahasa Indonesia, tapi juga tentang kesabaran, empati, dan cara melihat bahasa sebagai "jembatan", bukan sekadar alat. Aku punya tiga murid BIPA, semuanya biarawati: dua dari India dan seorang dari Meksiko. Dari kelas itu, tumbuh persahabatan yang melampaui ruang belajar. Hidup memang sering memberi hadiah lewat cara yang tidak kita rencanakan.

Tahun ini aku juga mencoba lagi mengejar satu mimpiku, setelah gagal tahun lalu. Prosesnya sangat mahal, bukan hanya secara finansial, tapi juga waktu dan tenaga. Kelas persiapannya selalu pukul 20.00–22.00, saat energiku sebenarnya sudah terkuras oleh pekerjaan, mengajar, dan tanggung jawab harian. Banyak kali kulewati kelas ini dengan mata lelah dan kepala penuh. Tapi aku tetap hadir di Zoom meski kadang tertidur saat kelas belum selesai. Aku tetap mencoba. Entah apa hasilnya nanti, bisa melewati proses ini saja sudah menjadi kemenangan kecil.

Di tengah ritme yang padat, tahun ini aku juga belajar menjaga tubuhku dengan cara yang lebih sadar. Sejak bulan Maret, aku mulai menjalani intermittent fasting, pelan-pelan, tidak sempurna, tapi konsisten. Memang sempat agak kacau satu minggu belakangan ini karena libur Natal, tapi aku juga belajar untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri.

Tahun ini aku juga lebih sering memasak sarapan dan bekal makan siang sendiri. Di antara jadwal kerja dan mengajar yang padat, waktuku untuk berolahraga amat sangat terbatas, bahkan nyaris tidak ada. Aku hanya punya waktu hari Minggu, tapi itu pun aku memilih untuk creambath dan dipijat di salon langganan ketimbang capek-capek berolahraga. Tapi kebiasaan-kebiasaan kecil ini setidaknya membantuku tetap merasa lebih fit dan lebih terhubung dengan tubuhku sendiri. Merawat diri tidak selalu harus ideal, cukup dilakukan dengan jujur dan berkelanjutan.

Catatan kecil yang memalukan tapi jujur: kebiasaan membacaku tahun ini benar-benar payah. Aku hanya menamatkan satu buku. Satu. Haha. Tapi mungkin itu juga bagian dari menerima bahwa tahun ini energiku lebih banyak habis untuk bertahan dan merawat yang ada. Eh tetapi, meski demikian, tahun ini aku menemukan satu podcast yang sangat aku sukai. Dan tanpa kusadari, podcast ini banyak memberi makan mindset dan jiwaku. Mendengarkan mereka membuatku merasa seperti punya teman-teman  yang nyambung, sepemikiran, dan jujur dalam melihat hidup. Dari sana aku mendapat banyak insight yang relevan dengan fase hidupku saat ini. Aku mengikuti dan menonton seluruh serinya, dan mungkin, di tahun ketika aku tidak banyak membaca buku, suara perempuan-perempuan itu yang menemaniku untuk tetap bertumbuh.


Di Le Orin, tahun ini penuh langkah kecil yang berarti. Kami pindah ke tempat yang lebih besar dan lebih baik, sebuah rumah yang lahir dari mimpi panjang dan doa-doa sunyi. Aku juga mulai menata masa depan pembelajaran dengan membangun sistem baru untuk program ESL berbasis CEFR, agar proses belajar menjadi lebih terstruktur dan bertanggung jawab. Le Orin juga mulai program Teach What You Love yang sengaja aku gagas untuk bonding tim kami.

Tahun ini, Le Orin mendapat kepercayaan untuk menyelenggarakan dua kegiatan team building outbound bagi dua institusi: RSUD Hendrik Fernandez Larantuka dan PLN UPK Flores. Kesempatan ini terasa seperti pengakuan kecil bahwa kami dipercaya, bahwa kerja pelan-pelan ternyata dilihat. Kami juga memulai program baru: kelas menggambar, yang membuka ruang ekspresi bagi anak-anak untuk belajar dengan cara yang berbeda.

Secara finansial, tahun ini tidak mudah. Aku harus memangkas setengah pemasukanku yang tak seberapa dari Le Orin agar operasionalnya lebih lancar. Tapi tak apa, aku percaya rejeki untukku selalu datang dalam berbagai cara dan selalu seperti itu. Ya, tahun ini Le Orin belum berlebih, bahkan kalau menghitung sesuatu berarti minus besar. Dari yang sedikit itu, tahun ini aku tetap mengupayakan agar Le Orin tetap memberikan beasiswa (dan tahun ini sistemnya lebih rapi), mendukung kegiatan mahasiswa, memberi bingkisan Natal untuk tim, dan sedikit allowance Natal untuk staf. 

Bagiku, nilai sebuah usaha tidak selalu diukur dari untung atau rugi, melainkan dari niat dan keberpihakan yang dijaga. Dan salah satu hal yang juga menghangatkan hati tahun ini adalah ketika Le Orin, atas namaku, mulai mensponsori seorang anak melalui Wahana Visi Indonesia.

Berbicara tentang Le Orin, tentu ada satu kebahagiaan paling tulus yang selalu kurasakan di atas hal-hal lainnya, yaitu melihat murid-murid kecilku bertumbuh. Mereka tumbuh tinggi, tumbuh berani, tumbuh cerdas, dan tumbuh percaya diri. Aku mencintai proses itu, menyaksikan mereka menemukan suara mereka sendiri.

Di kampus, aku juga menyimpan kenangan manis bersama murid-muridku para Frater Scalabrinian. Mereka menutup kelas dengan sebuah piknik kecil bersamaku. Sederhana, namun hangat. Kebahagiaan-kebahagiaan kecil seperti ini mengingatkanku kembali: ini alasan kenapa aku memilih jalan ini.

Ada kabar baik yang datang di penghujung tahun ini, tepat di hari ulang tahunku. Sebuah berita yang membuatku menantikan petualangan-petualangan baru. Tapi tentu saja, tidak semua hal berjalan sesuai harapan. Aku gagal dalam beberapa hal. But, it's fine.

Aku juga kehilangan beberapa orang. Ada masa ketika cinta, perhatian, tanggung jawab yang kuberikan terasa tidak seimbang, bahkan jauh lebih sedikit dibanding apa yang kuterima. And that's fine too. Aku percaya, sesuatu di luar sana sedang menungguku. Sesuatu yang lebih selaras dan mungkin lebih besar.

Aku tahu, aku terlalu baik dalam beberapa situasi. But it's just me being me. Dan apa yang orang lain lakukan it says a lot about them, not me. Aku juga manusia. Aku membuat kesalahan. Dan dengan sepenuh hati, aku meminta maaf kepada siapa pun yang mungkin pernah kusakiti tahun ini, dengan kata, sikap, atau diamku.

Tahun ini tidak sempurna. But it's real. It is what it is. Dan di tengah semua kelelahan, semangat, kecewa, kemenangan, dan pelajaran, aku selalu menyimpan harapan.

Untuk tahun yang akan datang: aku berdoa semoga segala yang aku jalani dimudahkan, aku berharap akan hidup yang lebih kaya dalam berbagai hal, lebih jujur, lebih mencintai diriku sendiri, lebih berani, dan lebih bermakna.

Yuk, Her.. Kita gas lagi!

Ledalero, 23 Desember 2025

0 Comments