Dalam rangka memanfaatkan long long weekend di pertengahan November tahun ini, saya dan teman-teman saya berencana pergi menjauh dari Jogja. Nafsu saya dari awal tahun untuk pergi ke Dieng langsung saya salurkan ke list opsi tempat yang akan kami tuju. And lucky me.. Dieng pun terpilih jadi sasaran liburan singkat kami. Rencana awalnya kami akan menginap semalam dan kamipun sudah membuat rencana yang mantap, namun banyaknya teman yang omong doang dan membatalkan keberangkatannya pada H-2 membuat banyak planning harus direvisi. Ketidakjelasan manusia-manusia ini nyaris membuyarkan segalanya, sempat ada ketakutan bahwa Dieng hanya akan bertengger sebagai pilihan tanpa realisasi.


Begitu excited-nya saya untuk ke Dieng, sampai-sampai membuat saya merencanakan untuk nekad jadi a naked backpacker ke Dieng. Browsing sana sini untuk mempersiapakan segala sesuatunya. Mulai dari urusan per-bus-annya sampai homestay dan ojek di sana nanti. "Apapun yang terjadi nanti, tanggal 15 November 2012 saya akan berada di Dieng,” batinku. Semangat saya waktu itu begitu berapi-api hehe..

Bla..bla..bla..

Ternyata kamipun tetap berangkat, dengan personil tetap: saya & tiga sahabat saya yang luar biasa tangguh (haha) Barbara, Berlindiz dan Regina plus Butet, Kak Indah & tiga teman lainnya. Tetapi cuma satu hari saja kami di sana, tak apalah yang penting “Dieng” haha. Karena jumlah kami lumayan banyak (ber-9) transportasi ke Dieng kami gunakan mobil sewaan.


Rabu, 14 November
Tengah malam kami keluar dari Jogja yang mulai berdiam dalam dingin. Kendaraan yang berkejaran di jalan pun semakin berkurang. Perlahan Jogja mulai menyepi, jalanan tidak lebih ramai oleh pedagang-pedagang kaki lima pada jam-jam sebelumnya kecuali beberapa angkringan yang masih menjolorkan tenda oranyenya.
Menuju Dieng dari Jogja, kami mengikuti jalan ke arah Magelang Jogja-Magelang-Wonosobo. Dari arah Jogja belok kiri (arah Borobudur). Perjalanan kami tempuh dalam 3 jam-an. Jadi jam 2-an pagi buta kami sudah tiba di Dieng. Yang bisa dinikmati pada jam segitu adalah lampu-lampu pemukiman yang cantik dari kejauhan dan suhu udara yang dingin merasuk. Sambil menunggu datangnya pagi kami istirahat markir di dekat Candi Gatot Kaca. Karena agak lelah kami semua pun tertidur.
Kamis, 15 November
  • Berburu Sunrise di Bukit Sikunir
Suhu udara di Dieng yang teramat sangat dingin mencekam (haha) membuat semuanya kebablasan tidurnya. Mestinya jam 4 pagi kami sudah harus tracking ke puncak Bukit Sikunir untuk menjemput sunrise. Tapi jam 4 justru kami baru bergerak dari tempat nangkring kami itu. Perjalanan ke Bukit Sikunir ini kocak sekali :D Selain jalannya yang tidak kami ketahui dan akhirnya hanya mengandalkan intuisi, kekocakan lainnya adalah salah sasaran. Panjang , memalukan dan kurang penting ceritanya, jadi skip saja yah.. Setelah ngekor bus dan kendaraan lain, kamipun sampai di Bukit Sikunir yang legendaris ini. Pagi yang dingin ini kami lewatkan dengan mengejar mentari pagi ke puncak bukit. Sekedar info, jalan menuju puncak ini sedikit extreme dan bebatuan apalagi basah oleh embun membuat ada beberapa bagian yang licin. So, pakailah sepatu atau sandal yang solnya tidak rata (untuk outdoor). Sampai di puncak, malang bagi kami karena ternyata mendung masih menyelimuti langit Dieng hingga mentari malu-malu untuk menunjukkan pesonanya. Tapi not bad lah… kami sempat menyaksikan semburat keemasannya. Dari puncak bukit ini terhampar view yang luar biasa indah. Sikunir diapit oleh beberapa gunung yang tidak saya ketahui - kecuali dua di antaranya: Gunung Merapi dan Merbabu. Turun dari puncak kami menikmati sarapan kentang goreng dan minuman panas di pinggir lapangan tepi telaga Cebong.
HTM Bukit Sikunir Rp 4.000,- 




 Dalam perjalanan, melewati perkampungan kami sempat melihat beberapa anak gimbal Dieng, tapi tak sempat berfoto hehe.. 
  •  Telaga Warna
Habis sarapan dan foto-foto, perjalanan kami lanjutkan ke Telaga Warna, semacam danau vulkanik yang mana airnya bercampur belerang. Mungkin sinar matahari, belerang  dan kandungan bahan mineral lainnya yang membuat ia berwarna hijau. Di obyek ini, ternyata tidak cuma telaga warna yang bisa kita lihat, ada juga Telaga Pengilon yang warnanya coklat tidak jelas dan beberapa gua seperti Gua Semar, Gua Sumur, Gua Jaran dll.
HTM Telaga Warna Rp 6.000,-

  • Makan Mie Ongklok
      Acara selanjutnya adalah makan makan makan :D … Kami makan di daerah pertigaan hotel Bu Djono yang terkenal itu. Makanan di daerah Dieng tidak mahal seperti di kawasan wisata pada umumnya. Berhubung kata orang-orang tidak ke Wonosobo kalau tidak makan Mie Ongklok saya segera mencari penjual Mie Ongklok yang entah seperti apa. Waktu lagi nyari mie khas Wonosobo ini sama bapak yang rumah makan Bu Djono, saya direkomendasikan mie ongklok di depan hotel Gunung Mas. Jaraknya dari situ sekitar 700-800 m. Saya pun langsung meluncur ke TKP memburu mie aneh bin penasaran yang hanya ada di Wonosobo ini. Dilihat dari penampilannya, mie ongklok nampak kurang menarik, tapi ketika dicoba Alhamdulillah enak, pemirsa. Mie ini dicampur sayuran dan potongan tahu, bumbunya kental rasanya kayak bumbu kacang. Rumah makan ini (lupa namanya) juga menjual oleh-oleh khas Dieng. Saya pun membeli manisan caricanya. 
Makan:
Nasi rames + teh panas Rp 9.000,-
Mie Ongklok Rp 5.000,-
Oleh-oleh:
Manisan carica Rp 15.000,-
Kacang Dieng Rp 5.000,-
Habis makan, kami bersih-bersih, cuci muka sebentar, ada yang mandi. Pinjam saja kamar mandi rumah makan, mereka mau pinjamkan secara gratis. Mumpung lagi di rumah makan sekalian gadget-gadgetnya di-recharge. Free.. :)
Perut kenyang, kembali cakep dan segar, hati senang, lanjutt lagi.. ^_^
Putar-putar sebentar sampai ke menara, kami kembali ke atas menuju Candi Arjuna.
  • ·     Kompleks Candi Arjuna
Kompleks ini terdiri atas 4 candi yang berderet memanjang utara keselatan. Candi Arjuna di paling selatan, kemudian berturut-turut ke arah utara adalah Candi Srikandi, Candi Sembadra dan Candi Puntadewa. Tepat di depan Candi Arjuna, terdapat Candi Semar. Di kompleks Candi Arjuna ini terdapat taman menyerupai bukit telletubbies lengkap dengan telletubbies-nya untuk foto-foto (bayar tapi), kebun kentang dan telaga Balaikambang yang sayangnya sudah kering dan tertutup. Selesai mengitari kompleks candi kami istirahat sebentar menikmati jajanan khas Dieng di parkiraan. Udara yang dingin membuat kita terus merasa lapar. Lagi dan lagi kentang goreng hehe.. Sambil istirahat, kami pun berbelanja oleh-oleh (lagi). Ada yang beli kaos bertuliskan Dieng, ada juga yang beli kuntuman bunga edelweiss.  

  • ·     Kawah Sikadang
Dari candi kami ke Kawah Sikadang. Ternyata di pintu masuk menuju Kawah Sikidang kita harus beli tiketnya dulu. Tiket ini rupanya berlaku sekaligus ke Kompleks Candi. Pantasan tadi kok rasanya masuk ke candi gratis. :D
Kawah Sikidang adalah kawah yang terkenal dan terbesar di Dataran Tinggi Dieng. Setelah menikmati kepulan asap dan pemandangan kawah yang bergejolak. Tanah di sekitar kawah adalah tanah kapur jadi rada gersang. Aroma belerang dari kawah pun begitu terasa. Jangan lupa siapkan slayer atau masker untuk masuk ke sini.
HTM Candi Arjuna + Kawah Sikadang Rp 10.000,-

  • ·     Agrowisata Tambi
Dari kawah kami singgah ke perkebunan teh milik PT Tambi. Desa Tambi ini adalah desa agrowisata yang terdiri dari pondok wisata, kolam pemancingan, kebun dan pabrik teh. Karena sudah agak lelah kami hanya numpang foto-foto sebentar di kebun tehnya kemudian langsung menyudahi liburan singkat ini kembali ke kota berhati nyaman, Yogyakarta.
·       
  •       Belum Kesampaian
Bagi saya kurang afdhol kalo ke Dieng tapi tidak tahu sejarahnya. Sebenarnya saya ingin sekali ke Museum Kailasa Dieng dan menonton fillm dokumenter mengenai Dieng dan fenomena alam yang terjadi di sana di Dieng Plateau Theater. Apalagi Dieng Plateau Theater letaknya dalam kawasan Telaga Warna, tapi karena teman-teman banyak yang tidak setuju jadinya batal deh..
Katanya HTM Theater Rp 4000,

Semoga suatu saat nanti bisa ke sana lagi, negeri khayangan di atas awan. Amin.:)

0 Comments