Pukul 12 seperempat
Pundak seorang sahabat sejati adalah yang aku butuhkan saat ini. Mestinya aku meminta pelukan seorang ayah atau senyuman tulus ibu yang selalu ampuh menentramkan. Tapi tidak, aku terlalu egois kalau harus jujur pada mereka bahwa aku ketakutan, bahwa aku sangat ingin saat ini mereka ada bersamaku. Sudah terlalu banyak yang mereka risaukan. Mengharapkan pundak sang sahabat pun rasanya tak akan mungkin, dia terlalu jauh di sana.
Jam 10 pagi ini baru aku sadar bahwa ini adalah keputusan besar, bagian penting dalam hidupku. Dan sekarang aku hanya ingin mendengar suaranya. Entah, aku punya banyak sahabat di sini tetapi yang paling kuinginkan untuk berbagi kegelisahan hanya dengannya. Sepertinya aku kurang adil padanya, kisah sedihku hanya bisa kubagikan padanya, susah bagiku untuk berbagi airmata dengan yang lain. Mungkin aku tidak cukup tega membiarkan mereka merasakan piluku. Kadang aku benci pada situasi seperti ini, ketika aku harus selalu menyembunyikan apa yang aku hadapi karena aku tidak ingin berbagi atau mendiskusikannya dengan orang lain karena tak ingin mereka merasakan sakitku dan kemudian mengkhawatirkanku. Menguburnya sendiri dalam hati sampai hancur dan akhirnya menghancurkanku adalah cara yang paling sering kuambil untuk menghadapi semuanya. Dan sering air mata harus ikut menemani. Kadang ia mampu melepas semua kegalauan yang kurasakan, tapi kadang juga tidak, tidak selalu.
Lagi.. aku hanya ingin berbagi pedih dengannya. I just need u now, bestie :'( Ada rasa bersyukur karena Tuhan menuliskan sebuah lagu sepertinya. Jika tidak, mungkin segala yang kurasakan hanya kan berakhir dengan isakan dalam hati, kemudian duduk tersenyum seolah semuanya baik-baik saja. Meskipun hari ini aku tak bisa menangis bersama sahabatku, merasakan pelukan ayah, merasakan sentuhan kasih ibu, atau bahkan hanya sekedar mendengar suara seorang sahabat tapi aku bisa meyakinkan diriku sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin mereka pun pasti merasakan rinduku. Tanpa sesuatu yang kelihatan tetapi mereka selalu bersamaku. I can feel it..
Mungkin itulah hidup, waktu kecil aku menangis sekencang-kencangnya untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Tapi sekarang saat beranjak dewasa hanyalah tangisan sepi dan tidak lain adalah untuk melupakan apa yang aku inginkan.
Kemarin Gereja baru saja memperingati St. Arnoldus Janssen, yang meyakinkanku bahwa Tuhan sanggup memberikan keajaiban.
Jam 10 pagi ini baru aku sadar bahwa ini adalah keputusan besar, bagian penting dalam hidupku. Dan sekarang aku hanya ingin mendengar suaranya. Entah, aku punya banyak sahabat di sini tetapi yang paling kuinginkan untuk berbagi kegelisahan hanya dengannya. Sepertinya aku kurang adil padanya, kisah sedihku hanya bisa kubagikan padanya, susah bagiku untuk berbagi airmata dengan yang lain. Mungkin aku tidak cukup tega membiarkan mereka merasakan piluku. Kadang aku benci pada situasi seperti ini, ketika aku harus selalu menyembunyikan apa yang aku hadapi karena aku tidak ingin berbagi atau mendiskusikannya dengan orang lain karena tak ingin mereka merasakan sakitku dan kemudian mengkhawatirkanku. Menguburnya sendiri dalam hati sampai hancur dan akhirnya menghancurkanku adalah cara yang paling sering kuambil untuk menghadapi semuanya. Dan sering air mata harus ikut menemani. Kadang ia mampu melepas semua kegalauan yang kurasakan, tapi kadang juga tidak, tidak selalu.
Lagi.. aku hanya ingin berbagi pedih dengannya. I just need u now, bestie :'( Ada rasa bersyukur karena Tuhan menuliskan sebuah lagu sepertinya. Jika tidak, mungkin segala yang kurasakan hanya kan berakhir dengan isakan dalam hati, kemudian duduk tersenyum seolah semuanya baik-baik saja. Meskipun hari ini aku tak bisa menangis bersama sahabatku, merasakan pelukan ayah, merasakan sentuhan kasih ibu, atau bahkan hanya sekedar mendengar suara seorang sahabat tapi aku bisa meyakinkan diriku sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin mereka pun pasti merasakan rinduku. Tanpa sesuatu yang kelihatan tetapi mereka selalu bersamaku. I can feel it..
Mungkin itulah hidup, waktu kecil aku menangis sekencang-kencangnya untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Tapi sekarang saat beranjak dewasa hanyalah tangisan sepi dan tidak lain adalah untuk melupakan apa yang aku inginkan.
Kemarin Gereja baru saja memperingati St. Arnoldus Janssen, yang meyakinkanku bahwa Tuhan sanggup memberikan keajaiban.
"Everything is possible by the power of the Holy Spirit's grace." -Saint Arnold Janssen
0 Comments