Bapa dan Mama yang sederhana, tidak pernah tampil sok punya. Beberapa kali anak-anak memberikan barang yang ada harga, tapi mereka tolak. Alasannya, "Kami tidak perlu barang-barang begitu, uangnya bisa kamu tabung, kami sudah cukup dengan apa yang kami punya, kalau kami mau kami beli sendiri."

Bapa dan Mama, selalu membantu kami dalam belajar. Belajar untuk berprestasi dan belajar jadi pribadi yang baik. Dulu sebelum mengenal internet, Bapa jadi Google buat kami. Segala pengetahuan yang tidak ada dalam buku pelajaran, Bapa selalu bisa 'pele angin'. Oh, kecuali Kimia yang merupakan pelajaran favorit Kak Oni. Bapa Mama berhasil. Anak-anaknya selalu juara kelas. Bahkan tiga anak pertamanya mendapat predikat wisudawan terbaik. Meski anak bungsunya tidak cumlaude dan adalah lulusan terlama, 14 semester, tapi mereka juga selalu bangga. Mereka tidak pernah membuat si bungsunya berkecil hati. Kadang mereka marah karena terlalu selow menyelesaikan skripsi. Karena itu berarti terlalu lama jadi donatur untuk kampus. Sementara banyak pengeluaran yang mereka tanggung. Tapi toh mereka tetap sampaikan bahwa mereka bangga karena si bungsu tidak berhenti di dekat finish dan berprestasi dalam jalur lain.

Tidak hanya mengajarkan anak-anak menjadi pintar, Bapa Mama mengajarkan kami untuk menjadi manusia yang bermartabat melalui tingkah laku, tutur kata dan integritas diri. Untuk hal ini, saya kira kami anak-anak belum bisa meneladani dengan baik. Meski diingatkan terus-menerus untuk tidak boleh menanggapi orang yang berperilaku rendah, kadang kami masih sering lalai. Spirit pengampunan, kebijaksanaan, dan kesabaran kami masih jauh dari mereka berdua.

Bapa Mama tegas dan punya prinsip. Apa yang salah adalah salah meskipun semua orang melakukannya. Apa yang benar adalah benar meski tak seorangpun melakukannya. Mama mengajarkan lebih baik nilai ulangan saya merah daripada saya dapat 90 tapi hasil contekan. Begitu juga, mending hari ini kita makan apa yang ada, daripada makan enak tapi hasil minta-minta. Itu prinsip.

Bapa Mama jarang marah besar yang meledak-ledak. Dulu kecil kalau kami salah, setelah disidang, hukumannya adalah berlutut di samping TV atau cuci piring menggantikan siapa yang bertugas cuci piring hari itu. Hukuman akan lebih berat kalau dosa yang kami buat adalah tidak ke gereja hari Minggu: tidak boleh makan siang. Kadang, Mama atau Kaka Merry suka curi-curi kasih makan siang waktu jam tidur siang. Untuk main tangan, saya kira tidak ada di memori saya bahwa Bapa memukul saya saat kecil. Kecuali Abang, Bapa pernah pukul pakai antena TV. Waktu itu siang pulang sekolah, saya dan Abang bermain lalu berkelahi seperti biasanya. Dari atas pohon mangga, Abang meludahi saya. Haha.. Tepat saat itu, Bapa pulang kantor. Bapa suruh Abang turun dari pohon lalu mendaratkan antena TV di pantatnya.

Sudah besar, saat kami buat salah, Bapa Mama akan melakukan sidang pada malam hari di meja makan. Saya lebih memilih Bapa marah dan sidang saya daripada Bapa Mama diam. Itu artinya sakit hati.

Sampai saat saya SMA kelas XI, saya ingat itu pertama kali dan satu-satunya, Bapa menampar saya. Bukan di pipi, tapi di lengan kiri, tiga kali, kuat sekali saya rasa. Waktu itu, tanpa minta izin saya pergi piknik ke Tanjung Kajuwulu dengan teman-teman. Pergi sebelum jam makan siang dan pulang sampai rumah pukul 7 malam. Hujan-hujan basah kuyub di depan rumah, Bapa hanya tanya dari mana. Saya mengaku lalu saya dipukul.

Banyak sekali memori masa kecil hingga besar yang membuat saya tersenyum, bangga menjadi anak Bapa Mama. Tapi rasa kagum dan hormat saya pada Bapa dan Mama akan menjadi nol kalau saya tidak mengikuti nasehat Bapa Mama: "Kalau kita ikut-ikut merendahkan orang lain yang merendahkan kita berarti kita sama dengan mereka, tidak punya harga diri. Orang tak punya harga diri suka merendahkan orang lain. Itu adalah cara dia bisa merasa memiliki harga diri."

Saya dukung Pak Jokowi lawan hoax, tapi dalam kapasitas saya sebagai anak Bapa Mama, saya juga percaya diam itu emas. Lagi, mengutip kata Bapa Mama, "Tidak perlu merasa terhina kalau ada yang berbicara atau menulis buruk tentang kita. Waktu akan membuktikan mana yang emas murni dan mana yang loyang. Rawatlah dan peliharalah selalu rasa damai di hatimu."
Selamat hari Minggu!

0 Comments