Di kamar saya ada patung salib atau Corpus Christi dan Santo Rafael. Kamar kost berukuran 3x4 meter persegi ini adalah tempat di mana saya menghabiskan hari saya selama masa pandemi corona ini. Tetapi saya tidak memiliki patung Bunda Maria, hanya sebuah ikonografi yang ukurannya tidak lebih besar dari kedua patung itu. Namun, saya tahu Bunda Maria selalu ada di setiap peristiwa kehidupan yang lewati.

Saya terbangun pukul 3 pagi hari ini dan merasa tidak enak. Lalu saya mengambil vitamin dan melarutkannya dalam segelas air. Saya duduk dan menenggaknya sampai habis. Kemudian saya menyalakan lilin di meja doa dan berdoa Rosario. Beberapa minggu ini saya sudah mulai membiasakan diri berdoa Rosario setiap hari, meski hanya satu peristiwa dan kadang masih bolong. Seperti tadi malam, saya ketiduran setelah kelelahan mengejar deadline naskah.

Usai berdoa, saya memandang cukup lekat ikonografi Bunda Maria. Gambar ikon memang biasanya dibuat dengan minim ekspresi. Tetapi saya dapat melihat satu hal yang selalu tampak dari Bunda Maria, yaitu damai. Bunda Maria tidak pernah marah. Dia selalu tenang. Kedamaian (transenden) ini, melampaui keadaan apapun, kesulitan apapun. Dalam kisah-kisah Kitab Suci, Bunda Maria banyak ditempatkan dalam situasi sulit, tapi dia selalu tenang, damai. Kedamaian ini yang saya kira sangat sulit untuk saya dan banyak orang ikuti.

Ketika seseorang menampakkan kedamai, kebanyakan orang beranggapan orang itu memiliki hidup yang enak-enak saja. Yang orang-orang lihat, dia punya support system atau lingkaran sosial yang mendukung dengan sangat baik, punya banyak uang, memiliki semua yang orang-orang inginkan, butuhkan, atau impikan. Tetapi hidup memang tidak selalu semudah itu. Maria yang tak pernah tidak menampakkan kedamaian sekalipun tak luput dari ujian-ujian hidup. Dan semakin kita ikhlas, semakin kita mengasihi, biasanya kita semakin membuka diri terhadap kehilangan dan kesedihan yang mengikuti.

Dalam peristiwa-peristiwa hidup Maria, dia selalu dan selalu menerima, pasrah. "Fiat mihi secundum verbum tuum; terjadilah padaku menurut perkataan-Mu." Dalam penerimaan itu, dia tetap memelihara kedamaiannya. Sementara kita, lebih banyak menghabiskan hidup kita dengan mengeluh, menyesal dan stres.

Bunda Maria mengetahui suka cita dan duka luka dalam hidup kita. Terasa, dia hadir dalam setiap perjuangan.

Ikon Bunda Maria di kamar saya, dengan mata yang menatap persis ke dalam mata saya, menjadi penanda, Tuhan selalu melihat apapun yang saya alami. Mata yang menatap lekat itu tidak menghakimi, tidak mengintimidasi.

Kedamaian memang hanya bisa diberikan oleh Tuhan, jika kita menyerahkan hidup kita kepada-Nya dan Ibundanya.

Terkadang saya bertanya pada diri sendiri, "Apa artinya memiliki hati seperti hati Maria? Apa rasanya memiliki kedamaian seperti Maria?"

0 Comments